Jumat, 09 Januari 2015

Manajemen Laba

1.      Pengertian
Berikut pengertian manajemen laba dari para ahli :
a.      Pengertian manajemen laba menurut Schipper (1989) dalam Rahmawati dkk. (2006) yang menyatakan bahwa manajemen laba merupakan suatu intervensi dengan tujuan tertentu dalam proses pelaporan keuangan eksternal, untuk memperoleh beberapa keuntungan privat (sebagai lawan untuk memudahkan operasi yang netral dari proses tersebut).
b.      Pengertian manajemen laba menurut Assih dan Gudono (2000) manajemen laba adalah suatu proses yang dilakukan dengan sengaja dalam batasan General Addopted Accounting Principles (GAAP) untuk mengarah pada tingkatan laba yang dilaporkan.
c.       Pengertian manajemen laba menurut Fischer dan Rozenzwig (1995) manajemen laba adalah tindakan manajer yang menaikkan (menurunkan) laba yang dilaporkan dari unit yang menjadi tanggung jawabnya yang tidak mempunyai hubungan dengan kenaikan atau penurunan profitabilitas perusahaan dalam jangka panjang.
d.      Pengertian manajemen laba menurut Healy dan Wallen (1999) manajemen laba terjadi ketika manajer menggunakan judgement dalam laporan keuangan dan penyusunan transaksi untuk mengubah laporan keuangan, sehingga menyesatkan stakeholders tentang kinerja ekonomi perusahaan atau untuk mempengaruhi hasil yang berhubungan dengan kontrak yang tergantung pada angka akuntansi.
Manajemen laba adalah campur tangan dalam proses pelaporan keuangan eksternal dengan tujuan untuk menguntungkan diri sendiri. Manajemen laba adalah salah satu faktor yang dapat mengurangi kredibilitas laporan keuangan, manajemen laba menambah bias dalam laporan keuangan dan dapat mengganggu pemakai laporan keuangan yang mempercayai angka laba hasil rekayasa tersebut sebagai angka laba tanpa rekayasa (Setiawati dan Na’im, 2000 dalam Rahmawati dkk, 2006).
Manajemen laba merupakan area yang kontroversial dan penting dalam akuntansi keuangan. Manajemen laba tidak selalu diartikan sebagai suatu upaya negatif yang merugikan karena tidak selamanya manajemen laba berorientasi pada manipulasi laba. Manajemen laba tidak selalu dikaitkan dengan upaya untuk memanipulasi data atau informasi akuntansi, tetapi lebih condong dikaitkan denganpemilihan metode akuntansi yang secara sengaja dipilih oleh manajemen untuk tujuan tertentu dalam batasan GAAP. Pihak-pihak yang kontra terhadap manajemen laba, menganggap bahwa manajemen laba merupakan pengurangan dalam keandalan informasi yang cukup akurat mengenai laba untuk mengevaluasi return dan resiko portofolionya (Ashari dkk, 1994 dalam Assih, 2004).

2.      Bentuk-bentuk Manajemen Laba
Beberapa bentuk dari manajemen laba :
a.      Taking a bath
Pola manajemen laba yang melaporkan laba pada periode berjalan dengan nilai yang sangat rendah atau sangat tinggi.
b.      Income minimization
Pola manajemen ini seperti taking a bath tapi tidak se-ekstrim pola taking a bath. Menjadikan laba di periode berjalan lebih rendah dari pada laba sesungguhnya.
c.       Income maximization
Pola manajemen laba ini berkebalikan dengan income minimization. Melaporkan laba lebih tinggi dari pada laba sesungguhnya.
d.      Income smoothing
Pola manajemen laba yang paling menarik yaitu dengan cara melaporkan tingkatan laba yang cenderung berfluktualisasi yang normal pada periode-periode tertentu.

3.      Motivasi Manajemen Laba
Beberapa motivasi terjadinya manajemen laba, yaitu:

a.      Bonus purposes
Manajer akan melakukan tindakan oportunistik dengan memaksimalkan laba saat ini untuk mendapatkan keuntungan-keuntungan pribadi.
b.      Political motivation
Banyak perusahaan memiliki politik yang terlihat. Terutama untuk perusahaan yang menaungi hajat hidup banyak orang seperti perusahaan minyak, gas, dll. Beberapa perusahaan melakukan earnings management untuk mengurangi visibilitasnya.
c.       Taxation motivation
Pajak pendapatan mungkin motivasi yang paling nyata dari manajemen laba. Otoritas perpajakan cenderung memaksakan peraturan akuntansi mereka dalam menghitung pajak pendapatan, mengurangi ruang lingkup perusahaan untuk melakukan manuver.
d.      Perubahan CEO
Beberapa dari motivasi manajemen laba ada pada saat adanya perubahan CEO. Hipotesis perencanaan bonus memprediksikan bahwa pengunduran diri CEO akan beberapa terlibat dalam strategi maksimalisasi laba untuk meningkatkan bonus mereka.
e.      IPO
Perusahaan yang akan melakukan IPO belum memiliki nilai pasar yang telah terbangun. Dan memungkinkan manajer dari perusahaan going public akan melakukan manajemen laba untuk menaikkan harga saham mereka.
f.        Informasi kepada investor
Manajemen tipikalnya akan memberikan informasi yang terbaik tentang prospek laba masa depan kepada investor. Dengan memberikan memberikan estimasi yang baik pada kekuatan laba maka dapat meningkatkan nilai pasar saham.

4.      Teknik Manajemen Laba
Teknik dan pola manajemen laba menurut Asyik (2000:23) dapat dilakukan dengan tiga teknik yaitu :
1.      Perubahan metode akuntansi
Manajemen mengubah metode akuntansi yang berbeda dengan metode sebelumnya sehingga dapat menaikkan atau menurunkan angka laba. Metode akuntansi memberikan peluang bagi manajemen untuk mencatat suatu fakta tertentu dengan cara yang berbeda, misalnya :
a.      Mengubah metode depresiasi aktiva tetap dari metode jumlah angka tahun (sum of the year digit) ke metode depresiasi garis lurus (straight line).
b.      Mengubah periode depresiasi.

2.      Memainkan kebijakan perkiraan akuntansi
Manajemen mempengaruhi laporan keuangan dengan cara memainkan judgment (kebijakan) perkiraan akuntansi. Hal tersebut memberikan peluang bagi manajemen untuk melibatkan subyektivitas dalam menyusun estimasi, misalnya :
a.      Kebijakan mengenai perkiraan jumlah piutang tidak tertagih.
b.      Kebijakan mengenai perkiraan biaya garansi.
c.       Kebijakan mengenai perkiraan terhadap proses pengadilan yang belum terputuskan.

3.      Menggeser periode biaya atau pendapatan
Manajemen menggeser periode biaya atau pendapatan (sering disebut manipulasi keputusan operasional), misalnya :
a.      Mempercepat/menunda pengeluaran untuk penelitian dan pengembangan sampai periode akuntansi berikutnya.
b.      Mempercepat/menunda pengeluaran promosi sampai periode berikutnya.
c.       Kerjasama dengan vendor untuk mempercepat/menunda pengiriminan tagihan sampai periode akuntansi berikutnya.
d.      Menjual investasi sekuritas untuk memanipulasi tingkat laba.
e.      Mengatur saat penjualan aktiva tetap yang sudah tidak terpakai.
SUMBER :
http://pustakabakul.blogspot.com/2013/06/konsep-dan-pengertian-manajemen-laba.html
http://ilmuakuntansi.web.id/pengertian-manajemen-laba/

http://library.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/Bab%202__10-62.pdf

Selasa, 06 Januari 2015

Jurnal

1.      JUDUL DAN PENGARANG
Corporate Governance Perception Index (CGPI) and Cost of Debt
Juniarti

2.      ABSTRAK
Corporate  Governance  Perception  Index  (CGPI)  is  the ranking  of  good  corporate  governance  by  IndonesianInstitute for Corporate Governance (IICG) with SWA  magazine. Companies that follow the CGPI survey showed a  willingness  to  become  a  trusted  and  open.  This  effort  should  be  perceived  positively  by  stakeholders.  Some previous researches showed that a corporate governance has a significant impact on the lowering the cost of debt (Piot & Piera 2007; Sengupta & Bhojraj 2003; Ashbaugh & Skaife et al 2006). Therefore, this paper is aimed to search  the  benefit  of  GCG  implementation  to  the  cost  of  debt.   All  companies  listed  on  the  Indonesia  Stock Exchange (IDX) which have a GCG score for survey period 2004-2009 are selected as a research sample. Other variables  such  as  Debt  to Asset  (DA),  Return  on  Asset  (ROA),  Sales  Growth  (Sgrowth),  Firm  Size  (Fsize  and Market to Book (MTB) are considered as control variables. The results do not support the hypothesis. Several explanations, including the low level of creditor’sconfidence to the good corporate governance practices have been discussed to support the research findings

3.      MASALAH
Therefore, this paper is aimed to search  the  benefit  of  GCG  implementation  to  the  cost  of  debt.

4.      OBJEK
All  companies  listed  on  the  Indonesia  Stock Exchange (IDX) which have a GCG score for survey period 2004-2009 are selected as a research sample.

5.      VARIABEL
Debt  to Asset  (DA),  Return  on  Asset  (ROA),  Sales  Growth  (Sgrowth),  Firm  Size  (Fsize  and Market to Book (MTB).

6.      DATA
Data sekunder

7.      METODE PENGUMPULAN DATA
Searching the financial reports on the website IDX
8.      METODE ANALISIS DATA
Regression equation formulated to test the hypothesis is as follow:
CoD = β0+ β1GCG + β2ROA + β3DA + β4SGrowth + β5MTB + β6FSize + β7Y8 + µ(1)

whereas :
CoD                   : Cost of Debt
β0                      : constant
β1,2,3,4,5,6,7    : regression coefficient of each variable
GCG                   : GCG Score
ROA                   : Return on Asset
DA                     : Debt to asset ratio
SGrowth            : Sales Growth
MTB                  : Market to Book Ratio
FSize                  : Firm Size
Y8                      : Year of crisis (2007-2008)
µ                        : Error term

9.      KESIMPULAN
This research cannot prove  the existing relationship of GCG implementation proxied by GCG score to the CoD. However it is too early to conclude that there is no benefit of GCG implementation to companies.
Some explanations are as follows, firstly, GCG survey is new practice therefore need more time to make users convince with the result. Secondly, the GCG survey  is not mandatory, only a few companies participate  in this survey. Thirdly, Some companies still can not see the benefit to participate in the GCG survey even costly. While the fourth and the fith explanations are there isno guarantee that firm with high GCG score is freefrom default risk, and aspects used to measure GCG implementation are still vary, it make companies and users (creditors) confuse with its results.
Further, the results of variable control testing show that only Fsize has a strong affect to the CoD,while other five variables such as D/A, ROA, SGrowth MTB, Y8 have no affect to the CoD. However all the variables have the explanation value in changes of CoD, using 10% confidence level.
Since GCG score is one of the proxies of GCG implementation, it give an opportunity for future research to use another measurement of GCG implementation, so the robustness problem in this current research could befixed. Extended the sample period is also another opportunity for future research to improve the current result and to

closeness the results with the real fact.

Blogger news